Penderita Gizi Buruk Tersebar
SERANG - Penderita gizi buruk di Provinsi Banten ternyata merata di semua kabupaten dan kota. Hanya Kota Cilegon dan Kota Tangerang yang jumlah penderitanya paling sedikit dibanding daerah lain karena wilayah dan jumlah penduduknya lebih sedikit.
Seperti yang diungkapkan Kasubdin Bina Program Dinkes Banten, Dadang. Menurutnya, seluruh daerah memiliki tingkat sebaran penderita gizi buruk yang sama. "Tidak ada yang paling dominan, semuanya sama. Hanya saja untuk dua kota yakni, Kota Cilegon dan Kota Tangerang karena jumlah balitanya (di bawah lima tahun, red) sedikit maka jumlah penderitanya juga relatif lebih rendah," ungkap Dadang ke-pada Radar Banten.
Data Dinas Kesehatan Banten pada tahun 2007, katanya, penderita gizi buruk di Banten mencapai 9.700. Jumlah tersebut menurun dibanding ta-hun 2006 yang mencapai 10ribu balita atau 0,92% dan total jumlah balita di Banten yang mencapai 125 ribu.
Untuk menekan angka balita penderita gizi buruk, Dinkes Banten mengalokasikan dana sebesar Rp 2 miliar. Anggaran tersebut lebih kecil dibanding tahun lalu sebesar Rp 3 miliar. Namun, tahun ini Pemprov Banten memperoleh bantuan dari pemerintah pusat sebesar Rp 2,9 miliar. "Jadi jika dijumlahkan, anggaran untuk menanggulangi balita gizi buruk yang dimiliki Dinkes Banten sebesar Rp 4,9 miliar," jelas Dadang.
Alokasi dana sebesar itu lanjut Dadang, akan dimanfaatkan untuk pemberian makanan tambahan (PMT). "Na- mun untuk pembagiannya saya kurang hafal," ujarnya.
Kasi Gizi Buruk Dinkes Banten, Andi Suhardi menambahkan, jumlah itu telah mengalami penurunan sebesar 2000 penderita. Tahun 2005 lalu berjumlah kurang lebih 12 ribu balita. Penurunan itu akibat intervensi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang melakukan penanganan melalui pemberian makanan tambahan (PMT).
"Tahun ini PMT itu akan lebih kita optimalkan, dengan cara PMT kita berikan selama 180 hari. PMT itu telah kita sebarkan sejak Oktober 2007 lalu ke 127 puskesmas se-Banten," papar Andi Suhardi.
Diajuga mengatakan, untuk lebih menekan angka gizi buruk di Banten, Dinkes berupaya melakukan pemberian PMT dua kali lipat lebih banyak dibanding program nasional. Dengan demikian, ditargetkan angka balita penderita gizi buruk menurun hingga setengahnya pada 2008 mendatang.
Untuk mencapai target itu, kata dia, Dinkes Banten juga berupaya melalui pemberian bantuan alat ukur panjang bayi. Untuk tahun 2007 ada 1.287 alat ukur panjang bayi yang diserahkan ke seluruh puskesmas di Banten.
Sedangan di Kabupaten Pandeglang, hingga tahun ini sebanyak 1.000 balita menderita gizi buruk dari total 100.000 balita. Untuk itu, Dinkes Pandeglang hingga kini terus berupaya menekan angka penderita gizi buruk dengan melakukan berbagai program penanganan. Sayangnya, dana untuk program ini masih terbilang rendah. Pada APBD Pandeglang tahun 2008, untuk program ini pemkab hanya menganggarkan Rp 250 juta.
Menurut Gatot Supriyadi, Kepala Dinkes Pandeglang, kecilnya dana program karena program serupa juga ditangani
Pemprov Banten dan pemerintah pusat. Bentuknya, kebanyakan berupa bantuan PMT. Namun, Gatot juga mengakui masih adanya kendala dalam penanganan penderita gizi buruk itu, seperti masih kurangnya pemahaman dan lemahnya keinginan masyarakat untuk menyembuhkan anaknya. Selain itu, tenaga kesehatan yang masih kurang karena Pandeglang baru memiliki 300 bidan untuk 350 desa/kelurahan. Itupun termasuk bidan-bi-dan yang berada di rumah sakit dan dinas.
"Kita berikan PMT pemulihan seperti biskuit dan susu. Tapi makanan bergizi ini tak semuanya diberikan kepada anak gizi buruk. Selain itu, jika satu anak diberi PMT, tetangganya yang punya balita padahal kondisinya sehat, akan protes tak dapat PMT," kata Gatot kepada Radar Banten, Jumat (15/2).
Sedangkan penyebab munculnya gizi buruk, kata Gatot, kurangnya asupan makanan akibat tidak ada yang dimakan (miskin), pola makan salah (pendidikan), dan infeksi. Ini bisa ditangani dengan pengobatan infeksi dan PMT pemulihan. Tujuannya, menyembuhkan penyakit penyerta dan meningkatkan gizi buruk menjadi gizi kurang. "Biasanya programnya antara 30 hingga 90 hari," tuturnya.
Sedangkan untuk pencegahan, tambahnya, dilakukan PMT penyuluhan, yakni pemberian contoh makanan bergizi yang biasanya diberikan di pos-yandu-posyandu. Makanan ini tak hanya diberikan kepada penderita gizi buruk atau gizi kurang, tetapi terhadap semua balita yang dibawa ke posyandu.
"Namun penanganan gizi buruk ini tak akan optimal jika tak mendapat dukungan dari semua kalangan," imbuhnya.
Sementara Pemkab Tangerang melalui Dinas Kesehatan mengalokasikan anggaran penanggulangan gizi buruk dalam APBD 2008 sekitar Rp 225 miliar. Anggaran tersebut di-gunakan untuk PMT bagi,pen-,derita gizi buruk di 36 kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Dwi Harti Nugraheni SKm mengungkapkan, meski petugas Dinkes Kabupaten Tangerang banyak menemukan kasus gizi buruk, namun dari tahun ke tahun trennya mengalami penurunan.
"Parameter tersebut berdasar data penderita gizi buruk yangdirawat di RSU Tangerang," kata Dwi, yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (14/2).
Dwi menyebut, pada tahun 2005 penderita gizi buruk yang dirawat sebanyak 48 balita, sepuluh di antaranya meninggal dunia. Pada tahun 2006 ditemukan 50 kasus, enam di antaranya meninggal dunia.
Sedangkan di tahun 2007 terdapat 17 kasus, tiga di antaranya meninggal dunia. Khusus tahun 2007, jumlah total yang ditemukan menderita gizi buruk di lapangan mencapai ribuan, yang terdiri dari 536 berjenis kelamin laki-laki dan 577 perempuan. "Mereka yang dirawat karena tak lagi bisa diatasi di lapangan," katanya.
Hingga pertengahan Februari 2008 ini, pihaknya belum menerima laporan tentang ditemukan tidaknya kasus gizi buruk di Kabupaten Tangerang. Karena, laporannya dilakukan enam bulan sekali. Namun, ia memastikan, hingga pertengahan Februari ini belum ada kasus gizi buruk yang dirawat di rumah sakit.
Dikatakan Dwi, upaya Pemkab Tangerang mengatasi kasus gizi buruk ini adalah dengan mendirikan 100 pos gizi di tingkat desa. Di pos gizi inilah, anak yang terindikasi menderita gizi buruk ditangani atau direhabilitasi.
Dikatakan juga, selain Dinas Kesehatan, sejumlah lembaga masyarakat juga peduli mengatasi penderita gizi buruk di wilayah Kabupaten Tangerang.
Ia yakin dapat terus menekan angka penderita gizi buruk di Kabupaten Tangerang. Karena, upaya penanggulangan ini serius dilakukan, seperti pendirian pos gizi di setiap desa. Apalagi, makin banyaknya lembaga masyarakat yang peduli dengan masalah ini.
Dwi menyebut, penderita gizi buruk di wilayan Kabupaten Tangerang banyak di kecamatan bagian utara Kabupaten Tangerang, seperti Teluknaga, Pakuhaji, dan Kosambi.
Di Lebak, data yang tercatat di Dinkes Lebak mulai tahun 2005 lalu, jumlah penderita gizi buruk mencapai 1.780 balita. Memasuki tahun 2006 sempat mengalami penurunan, mencapai 1.340 balita. Namun angkanya naik kembali di tahun 2007, yang mencapai 1.450 balita dan sebanyak 6 balita meninggal dunia, Memasuki tahun 2008, baru tercatat beberapa balita yang mengalami gizi buruk, namun akibat penyakit penyerta yang menjangkiti mereka, 3 balita di antaranyameninggal dunia. Sayangnya, meski Dinkes setempat memiliki pekerjaan rumah untuk penanggulangannya, dana yang dipersiapkan dari APBD tahun 2008, hanya sebesar Rp 145 juta.
Dengan alokasi dana tersebut, tahun 2008 Dinkes akan tetap berupaya keras menurunkan angka penderita gizi buruk, melalui berbagai cara. Tidak hanya PMT serta pemberian vitamin cuma-cuma, tetapi juga melalui berbagai imbauan serta sosialisasi kepada masyarakat, agar mereka lebih peduli terhadap pentingnya kesehatan, khususnya terhadap kesehatan dan gizi anak balita.
BANYAKFAKTOR
Sementara itu, menurut Ahli Gizi Dinas Kesehatan Serang Agung Eko, banyak faktor yang menjadi penyebab masalah gizi. Secara langsung, gizi buruk dapat disebabkan oleh kekurangan asupan gizi dan penyakit infeksi.
Penyebab secara langsung ini dipengaruhi oleh penyebab lainnya, seperti ketersediaan pangan di rumah.tangga, perilaku kesehatan atau pola asuh, serta pelayanan kesehatan. Selain itu, masalah kemiskinan, pendidikan rendah, dan kesempatan kerja juga berpengaruh terhadap timbulnya gizi buruk.
Menurut Agung, perlu ada sinergi dari semua pihak untuk menangani permasalah gizi buruk ini. Dikhawatirkan, jika masalah ini tak ditangani secara bersamaan akan menambah kasus gizi buruk. Dan yang dikhawatirkan sekali adalah hilangnya satu generasi di masa yang akan datang.
Untuk menangani penderta gizi buruk di Kabupaten Serang tahun 2007 sebanyak 2.978 anak dianggarkan sebesar Rp 2,1 miliar.
Kepala Bidang Kesehatan Keluarga (Kesga) Dinkes Kabupaten Serang Sri Nurhayati mengatakan, dana sebesar itu hanya dapat digunakan untuk menangani 1.500 penderita gizi buruk.Oleh Dinkes, dana" tersebut dialokasikan untuk PMT, penyuluhan, pemberian yodium, vitamin, dan pemberdayaan masyarakat di kecamatan.
Dinkes Serang juga menjalin kerja sama dengan pihak lain seperti Islamic Relief. Data Dinkes Kabupaten Serang sepanjang 2005-2007 tercatat sudah 24 penderita gizi buruk meninggal, (nsa/ dai/day/ iia)